Breaking News

Proyek P3-TGAI Kerinci Diduga Sarat Kepentingan Oknum, Masyarakat Merasa Dimanfaatkan

 

Suarakerinci.id, KERINCI – Tidak hanya soal kualitas bangunan irigasi, pelaksanaan proyek Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Kabupaten Kerinci juga disinyalir tidak sepenuhnya murni usulan dari kelompok tani.

Informasi yang beredar menyebutkan adanya oknum tertentu yang diduga turut “bermain” dalam pengusulan program tersebut. Modusnya, oknum tersebut mengajukan nama kelompok tani yang mudah dikondisikan, untuk kemudian mengambil alih kendali di balik layar saat program berhasil cair.

Informasi yang diterima ada dua modus yang dilakukan oknum tersebut, bertindak sebagai pelaksana dengan berlindung belakang nama Kelompok tani dan mengatur semua kegiatan tersebut. Ada juga isu yang mencuat ada oknum hanya minta upeti atau Fee saja tanpa ikut terlibat dalam pelaksanaan.

Baca juga :

Kisruh Proyek P3-TGI di Kerinci

Alhasil, anggaran senilai Rp195 juta yang semestinya digunakan penuh untuk pelaksanaan program P3-TGAI tidak sepenuhnya terealisasi di lapangan. Kondisi ini berdampak pada rendahnya mutu bangunan irigasi dan drainase yang dibangun, sehingga tujuan utama program untuk meningkatkan fungsi jaringan irigasi demi kesejahteraan petani menjadi terabaikan.

Seorang warga Kecamatan Danau Kerinci Barat, yang enggan disebut namanya mengatakan, “Seharusnya dana itu benar-benar dikelola oleh kelompok tani, bukan dimanfaatkan oleh pihak lain. Kalau sudah ada permainan seperti ini, kami petani yang dirugikan, bangunan irigasi jadi asal-asalan.”ungkapnya.

Secara regulasi, program P3-TGAI diatur melalui Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Lokasi Program Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif serta diturunkan dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 17/PRT/M/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Program P3-TGAI. Kedua regulasi tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan harus berbasis swakelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), GP3A, atau IP3A, tanpa intervensi pihak ketiga.

Selain itu, pengelolaan anggaran negara harus berpedoman pada UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menegaskan bahwa praktik pemotongan anggaran atau “upeti” termasuk kategori tindak pidana korupsi.(qhy)