Breaking News

Diduga Langgar Aturan, Jejak Bermasalah Proyek P3-TGAI di Sungai Penuh

suarakerinci.id, SUNGAIPENUH- Program Percepatan 
Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) yang digadang-gadang Kementerian PUPR sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan melalui pemberdayaan kelompok tani, kini justru memunculkan polemik serius di Kota Sungai Penuh.

Hasil penelusuran lapangan dan keterangan sejumlah sumber menyebutkan, aturan swakelola yang menjadi roh program ini banyak dilanggar. Sesuai Petunjuk Teknis P3-TGAI, setiap titik proyek bernilai sekitar Rp195 juta wajib dikerjakan secara swakelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Namun, praktik di lapangan menunjukkan sebagian besar pengerjaan dialihkan kepada pihak luar atau masyarakat atau kelompok tani setempat.

Akibatnya, kualitas fisik bangunan irigasi dipertanyakan. Beberapa titik bahkan terlihat dikerjakan asal-asalan, jauh dari spesifikasi teknis yang ditetapkan. Transparansi penggunaan anggaran pun nyaris tidak diketahui oleh anggota kelompok tani.

Sebaran Proyek dan Pola Bermain

DI Kota Sungai Penuh, terdapat 16 titik di Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Koto Baru, hingga Kumun Debai.

Namun, bukan hanya soal teknis di lapangan. Isu yang lebih menguat adalah dugaan adanya titipan oknum tertentu dalam daftar penerima proyek. Sumber internal menyebut, nama-nama kelompok tani tertentu masuk daftar penerima bukan berdasarkan usulan murni dari bawah, melainkan hasil titipan.

“Kalau praktik seperti ini dibiarkan, jangan harap petani akan merasakan manfaatnya. Proyek hanya jadi bahan jual beli oknum tertentu,” ujar Hermawan, warga Kerinci, dengan nada kesal.

Baca juga :

Kelompok Tani Hanya Formalitas

Regulasi yang Dikesampingkan

Mengacu pada Permen PUPR Nomor 14/PRT/M/2015 tentang Swakelola Pembangunan serta juknis P3-TGAI yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, seluruh tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan harus dilakukan langsung oleh kelompok tani penerima. Bahkan, penyaluran dana dilakukan secara langsung ke rekening kelompok, bukan pihak ketiga.

Namun fakta di lapangan menunjukkan, aturan tersebut kerap hanya jadi formalitas. P3-TGAI penerima sebatas dipinjam namanya, sementara pengendali proyek justru pihak luar.

Desakan Audit dan Penindakan

Kondisi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tidak sedikit yang menilai P3-TGAI di  Sungai Penuh telah keluar jauh dari semangat awal program. Warga pun mendesak agar Balai Wilayah Sungai Sumatera VI bersama aparat penegak hukum segera melakukan audit menyeluruh, termasuk menelusuri aliran dana serta keterlibatan aktor di balik proyek.

“Kalau dibiarkan, pola ini akan terus berulang setiap tahun. Yang rugi tetap petani, sementara pihak luar kelompok tani yang panen keuntungan,” tambah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.(qhy)