Tersandung Dugaan Korupsi, Bendahara Perkim Sungai Penuh Ditahan
Suarakerinci.com,SUNGAIPENUH - Usai ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (22/7) tahun lalu, Bendahara Perkim LA tersangka Kasus dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Sungai Penuh Selasa (12/1/2021) resmi ditahan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Sungai Penuh.
Informasi yang diterima penahanan Bendahara Dinas Perkim ini dilakukan olah Kejari Sungaipenuh berdasarkan Surat Perintah Penahanan dengan nomor PRINT-02/L.5.13/Ft.1/01/2021 tanggal 12 Januari 2021. LA selanjutnya resmi ditahan di sel tahanan Polres Kerinci.
Selain LA, Kadis Perkim, N, harusnya juga ditahan. Namun dari pantauan di Kejari Sungaipenuh, hanya LA yang terlihat datang secara kooperatif dan siap menjalani penahanan.
Menurut sumber, Kadis Perkim Kota Sungaipenuh tidak hadir dengan alasan sedang sakit. Namun, pihak Kejari menegaskan akan mengecek dan mengkonfirmasi apakah benar tersangka sedang sakit.
Kasi Pidsus Kejari Sungai Penuh, Hadismanto membenarkan telah melakukan penahanan terhadap Lusi Afrianti, tersangka terkait dugaan korupsi anggaran Dinas Perkim tahun anggaran 2017, 2018 dan 2019.
"Hari ini telah dilaksanakan serah terima tersangka Bendahara Dinas Perkim Kota Sungai Penuh kepada Jaksa Penuntut Umum," ujarnya.
Selanjutnya, lanjutnya Hadismanto yang bersangkutan kemudian dilakukan penahanan oleh JPU selama 20 hari dan di titipkan di rutan Polsek Sungai Penuh.
Untuk diketahui, Kadis Perkim Kota Sungaipenuh, Nasrun dan Bendaraha, Lusi Afrianti sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi anggaran Dinas Perkim tahun anggaran 2017, 2018 dan 2019.
Penetapan tersangka dilakukan pada, Rabu (22/7) yang lalu, dengan surat perintah penyidikan nomor print : 519/N.5.13/Fd.1/7/2020 untuk tersangka Nasrun. Dan surat perintah penyidikan nomor print ; 520/N.5.13/Fd.1/7/2020 untuk tersangka Lusi Afrianti.
Kedua tersangka disangka telah melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001. Dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 15 tahun. (per)